story KRL PART 1

Apa yang akan kalian lakukan jika kalian mengetahui ada seseorang atau sekelompok orang yang melanggar aturan ataupun ada tingkah mereka yang membuat kalian merasa tidak nyaman ? Menegur, membentak, mendumel atau that’s not my business at all alias Bomat.

Oke, hiraukan saja pilihan yang gw buat. Karena ga ada satupun pilihan di atas yang akan kalian pilih. Iya kan.

Well, kejadian-kejadian kaya gini sebenernya udah sering banget kan terjadi di sekitar kita. Tapi, keseringan dari gw dan kalian juga (mungkin) paling cuek dan akhirnya di anggep lalu gitu aja. Cuma kayaknya menarik deh kalau gw bahas tentang bagaimana sebenernya kita dapat belajar banyak hal dari kejadian-kejadian tersebut, mulai dari mengenal kepribadian seseorang dari cara mereka merespon kejadian-kejadian seperti yang gw tanyain tadi dan juga bagaimana memahami kondisi dari berbagai macam orang di sekitar kita di saat itu. Sehingga, menurut gw ini salah satu cara yang efektif juga untuk membuat diri dan lingkungan kita sendiri menjadi lebih baik lagi :”))

Oke, jadi kejadian ini gw alamin di satu hari yang sama, tepatnya kemarin, Rabu 12 Februari 2014. Pertama, terjadi di pagi hari menuju kantor. Bagaimanapun, gw harus bilang kalau KRL telah memberikan banyak cerita nya untuk diri gw. Termasuk kejadian yang satu ini.

“Mas, salah masuk nih, ini gerbong khusus wanita”, tegur seorang wanita saat itu, yang langsung di samber sama wanita-wanita lain di dekat nya, “iya mas, jalan aja ke gerbong sebelah tuh, nanti di tegur satpam loh.” Lalu ada seorang wanita lagi yang berdiri tepat di samping Mas ini, berbisik pelan, “yaudah, gapapa di sini aja, tanggung”.

Eh, bukan ! Wanita yang berbisik ini bukan malah berencana untuk ‘nyewa’ Mas nya ini ya. Iya, Mas ini ga sendirian masuk ke gerbong yang (mungkin) akan membuat dia ga mau lagi masuk ke situ untuk kedua kalinya. Dia naik bersama seorang wanita yang berbisik pelan itu. Entah wanita itu adalah ibu nya, kakaknya, pacarnya, tantenya, atau bisa apapun apa-apa nya si Mas ini, pokoknya mereka saling kenal. Sambil terus keretanya berjalan, Mas dan partner wanita nya ini pun terus mendapatkan ‘sambutan’ dari para wanita tangguh di dalam gerbong untuk segera pindah ke gerbong sebelah, karena yah memang sudah seperti itu lah seharusnya. Kita harus saling mengingatkan, jika ada yang melanggar aturan. Contoh yang baik kan, yang gw dan kalian bisa dapat dari KRL, di gerbong wanita khususnya.

Namun, sudah beberapa stasiun di lewati, Mas dan partner wanita nya ini belum juga turun ataupun ada gelagat dari si Mas yang menunjukkan kalau dia akan pindah ke gerbong sebelah. Mas ini tetap mematung, berdiri sambil berpegangan dengan mata menerawang ke luar. Gw pun ngomong sendiri dalam hati, “jadi tanggung itu maksudnya gimana sik ?” Karena gw pikir, Tanggung yang di sebutkan oleh partner wanita si Mas ini adalah mereka cuma lewatin 2 atau 3 stasiun doang terus turun, eh ternyata udah lewat 3 stasiun mereka belum turun juga. Dan akhirnya, pas di stasiun ke empat, ada satpam stasiun yang ngeliat dan dengan suara lantang dan mata melotot, bilang, “Mas, mas ! pindah ke sana aja Mas, ini gerbong khusus wanita !!” Dan dengan sigapnya beberapa wanita di dekatnya, berkata, “tuhkan bener, ada satpamnya.” Kemudian, tanpa anya inyu, si Mas nyelenong keluar, pindah gerbong.

Oke, kira-kira seperti itulah keseluruhan cerita nya. Dan, di sela-sela kejadian tersebut, ini lah yang terjadi di kepala gw.

Selama kereta berjalan, gw ngeliatin Mas satu ini dan juga partner wanitanya, yang posisinya cuma beda satu langkah di depan gw. Ngeliatin semua orang yang juga ada di sekeliling gw dan gw bertanya sendiri dalam hati… Sebenernya kenapa ya para wanita ini ngotot banget kalau ga boleh ada satu pria pun yang boleh masuk ke gerbong mereka ? Karena, yaudah sih, si Mas ini juga ga bakalan berani macem-macem ke kita, hei lediieeeess. Tapi, itu ga bikin gw puas, jadi gw coba buat skenario gw sendiri untuk ngejawab pertanyaan gw tersebut.

Oke, alasan terbesar para wanita bersikap dingin dan jutek terhadap si Mas ini adalah karena isu pelecehan seksual. Para wanita di sana ternyata cukup concern akan isu-isu pelecehan seksual yang cukup banyak terjadi di transportasi publik, apalagi KRL. Lagian kita, para wanita ini berpikirnya kalau gerbong khusus wanita ini di buat ya, memang untuk mengurangi atau bahkan menghindari pelecehan yang akan terjadi pada wanita. Maka nya, ga ada toleransi sedikitpun yang membolehkan pria ada di dalam gerbong khusus wanita ini. Jadi, itu lah pakem yang ada di pikiran gw dan juga para wanita-wanita ini, tentunya. Tapi, dengan kondisi sebenarnya di gerbong khusus wanita, gw sih mikirnya ga ada yang berani juga mau bertindak macem-macem sama cewek-cewek di dalam sana. Bisa habis lah itu cowok yang beneran berani nekad mau coba macem-macem di sana. Mungkin kalau di pukuli sama cewek-cewek disana sih sakitnya ga seberapa ya buat cowok, tapi justru bukan itu yang gw rasa di takuti para cowok, melainkan karena aksi teriak-teriakan dari para wanita lah yang menjadi salah satu ketakutan terbesar mereka. Laki-laki mana yang tahan di teriakin cewek, apalagi berpuluh-puluh cewek begitu. Itu mungkin akan lebih membuat mental si Cowok yang nekad ini yang bakalan sakit akibat teriakan melengking dari para cewek-cewek di KRL. Dan gw rasa laki ‘dungu’ sekalipun ga bakal berani ngambil resiko kaya gini.

Oke, itu sih yang ada dalam pikiran gw. Dan gw harap cukup gw dan beberapa cewek aja yang berpikir kaya gini.

Dan akhirnya gw pun sedikit paham, kenapa para cewek ngotot banget untuk sama sekali ga toleran terhadap para pria yang ada di gerbong khusus wanita. Ya, walaupun kebanyakan alasan pria bisa ada di dalam gerbong khusus wanita adalah karena mereka memang tidak tau sama sekali yang berarti bahwa mereka tidak sengaja……atau yaa… itu tadi, jarang banget ada yang sengaja mau macem-macem di sana. Jarang bukan berarti ga ada ya.

Apa yang di lakukan para wanita di gerbong khusus wanita tadi itu adalah sesuatu yang sudah sangat benar. Banget. Karena tentunya kita tidak ingin menunggu untuk baru peduli setelah kejadian yang tidak ingin kita alami benar-benar terjadi, bukan. So… finally, i got my answer. Yeay ! :”))

PS : Kejadian tersebut, terjadi saat petugas KRL tidak ada.  

Lanjut, ke kejadian kedua. Terjadi di hari yang sama, cuma di jam rame-rame nya orang pulang kantor. Masih di gerbong khusus wanita.

“Suruh bangun aja, Mbak.. cuek banget sih,” si ibu ngomong dengan nada tinggi, sambil nengok ke arah dua anak sekolahan yang sedang asik ngbrol sambil duduk lesehan di bawah.

Di gerbong paling belakang, tepatnya di dinding ruangan masinis, ada dua anak sekolah yang duduk lesehan di bawah sambil senderan. Gw, mereka dan si ibu ini naik dari stasiun yang sama, stasiun kota. Teguran pertama tadi itu, sudah di layangkan oleh si ibu yang berdiri persis banget depan gw ini, tepatnya juga persis di depan pintu, sejak kita menuju stasiun Mangga Besar (kalau tidak salah). Kemudian, penumpang sudah mulai banyak, dan ada beberapa dari mereka yang merasa posisi berdirinya tidak nyaman karena adanya dua anak tersebut yang duduk lesehan. Di saat kereta menuju stasiun Juanda, dan penumpang terus bertambah, si Ibu mulai agak naik pikam, dan bilang, “Suruh bangun aja Mbak maka nya, masa kita mau aja di susahin sama orang lain. Tuh kan masih cuek aja lagi !” Si ibu melanjutkan teguran nya itu sambil beberapa kali nengok ke arah anak dua itu. *Mata judes*

Well, gw ga inget persis si Ibu berusaha mengegur mereka berapa kali. Tapi yang gw inget, ga ada satu pun bahasa teguran yang dia gunakan itu bernada lembut, layaknya sosok ibu kepada anaknya atau minimal, ga perlu juga dengan nada tinggi. Karena sebenernya gw udah mulai merasa terganggu juga dengan cara si Ibu menegur dua anak sekolahan ini.

Dan.. mulai lah gw bertanya dalam hati.. kenapa si Ibu galak banget ya, dua anak itu kan masih anak sekolahan, kan dia bisa negurnya dengan cara yang lebih kalem, ya anggep aja kaya ngomong ke anak sendiri. Kemudian, Ini lah skenario yang gw buat…

Si Ibu ini kan bilang, “… masa kita mau aja di susahin sama orang lain.” Dari pernyataannya ini, gw mikirnya mungkin si Ibu lagi kurang baik harinya, karena di hari itu dia lagi dapet apes yang ketumpahan dari orang lain, tapi ga sempet ngomong apa-apa ke orang yang udah bikin dia apes itu. Maka nya, tanpa dia sadar, mungkin ucapan dan intonasi yang dia keluarkan itu adalah salah satu bentuk kekecewaan nya yang sebenarnya ingin ia curahkan ke orang tersebut.

Kalau di lihat dari sisi ini, sebenarnya si Ibu adalah tipikal orang yang peduli. Dia tidak ingin ada orang lain merasakan hal yang tidak mengenakan bagi dirinya terlebih karena itu adalah akibat dari ulah orang lain, seperti yang dia rasakan di hari itu. Jadi maka nya si Ibu lebih milih untuk menggunakan cara yang benar-benar Straight tanpa ada aa-i-u lagi untuk menegur dua anak sekolahan tadi.

Tapi sayangnya, cara si Ibu menegur dua anak sekolahan tadi tidak berhasil membuat dua anak sekolahan tadi bangun dari asiknya percakapan kecil yang mereka lakukan. Sehingga, akhirnya ada seorang wanita, yang berinisiatif untuk berbicara langsung ke kedua anak tersebut dan bilang, “Dek, bangun Dek, ini udah mulai rame, ini ibu-ibu yang lain aja pada berdiri juga.” Dan.. yaap, kedua anak tersebut bangun dan berdiri dan mereka masih tetap asik melanjutkan percakapan kecilnya, tanpa ada rasa canggung.

Mungkin, kalau si Ibu tidak memulai dengan cara yang seperti itu terlebih dahulu, gw atau mungkin juga banyak wanita-wanita lain di sana tidak akan tau mana cara yang lebih baik untuk membuat kedua anak tersebut bangun dan berdiri. Kecuali, mereka memang sadar dengan sendirinya, yaa. Tapi, kenyataan berkata, children is just children.

Fiuuuhh .. panjang juga yah ternyata cerita gw.. dua kejadian ini padahal berlangsung nya cuma beberapa puluh menit doang. Ckckckckckck….

Hhehehehehe.. Well..

Hope you doesn’t get bored, yaah GUYS :”))

 

Leave a comment